25 Desember 2009
Yeah! I'm so happy!
Aku seneng
hari ini. Dia nembak aku. Ya! Kevin! Oh God, ini bukan mimpi kan? Ah,
seandainya mimpi mungkin aku gak akan mau bangun. Dengan lagu karena
kamu cuma satu milik Naif, dia berhasil membuatku tergila-gila. Yap, 25
Desember<3
****
Lembaran terakhir di buku
harianku sejak 7 bulan yang lalu. Tidak terlalu panjang namun cukup
mengingatkanku pada laki-laki itu. Laki-laki yang dulu pernah tinggal
dihatiku hmm maksudku bukan dulu tapi sampai saat ini.
Dia... Kevin Radhitya.
Sosok yang namanya masih terukir dihatiku, menetap dan mungkin tak bisa keluar.
Aku mencintainya. Masih mencintainya.
Sekali
pun ia sudah pergi, meninggalkanku entah kemana tapi kisah kita masih
ku simpan. Dalam memori hatiku. Ya, itu janji ku padanya waktu dulu.
3 bulan yang indah...
------------------------------------------------------------
Taman
ini sepi. Memang sudah sepi sejak dulu. Sejak pertama kali aku dan Kevin datang. Disini, tempat dia menyatakan semuanya. Sesuatu yang
membuatku seakan terbang.
"Aku sayang sama kamu. Kamu mau jadi pacar aku?"katanya sesudah menyanyikan lagu Karna Kamu Cuma Satu.
Sederet kata-kata itu masih terekam jelas dalam ingatanku. Suara nya, petikan gitarnya, ekspresi wajahnya.
Aku...merindukannya.
Sejak
aku keluar dari rumah sakit, ia menghilang. Disaat aku ingin membagi
kebahagiaanku karna aku mendapat donor ginjal ia malah pergi.
4
bulan yang lalu, saat keadaan ku mulai parah dan masuk rumah sakit ia
terus menemaniku. Memberi aku semangat untuk sembuh. Membantu keluarga
ku mencari donor ginjal untukku.
Setelah kenyataan pahit
ini, sahabatku selalu bilang Kevin hanya mempermainkan ku, Kevin tidak
serius dengan ku, dan aku disuruh melupakan Kevin.
Hei! Itu tidak
semudah membalikkan telapak tangan. Semua itu sungguh sulit. Melupakan
kenangannya saja sudah susah, apalagi menghilangkan rasa ku untuk nya?
Tapi kadang aku merasa Kevin ada disampingku. Menemaniku dengan kasihnya.
Dan satu yang ku yakini, cintanya tetap untukku. Semoga...
------------------------------------------------------------
"Shill, kenapa sih? Bengong mulu! Mikirin siapa lo? Kevin?"tanya Lea sinis.
Aku memandang lirih kehadapan sahabatku.
"Ya ampun Shill, dia tuh udah ninggalin lo gitu aja. Ngegantung lo"tambah Via.
"Lupain aja sih..."kata Lea.
"Lo
semua gak ngerti! Jangan sok tau! Gue yakin Kevin gak mainin gue! Dia
sayang sama gue!!!"bentakku lalu pergi meninggalkan kedua sahabatku.
Aku
tau sikapku kali ini sudah keterlaluan, tapi aku tidak tahan! Aku
benci. Aku masih yakin Kevin tidak meninggalkanku, tapi mengapa mereka
selalu bilang seperti itu?
------------------------------------------------------------
Aku
mengusap tetesan butiran bening yang mengalir deras di pipiku. Perasaan
seperti ini datang lagi. Entah sudah berapa kali aku merasa sesak.
Aku
ingin bertemu dia. Melihat wajahnya, mendengar suaranya, tau
keadaannya, menanyakan kabarnya, aku...ingin memeluknya seperti dulu.
Hangat peluk itu. Yang dulu selalu ia berikan untukku. Kini hilang seperti ditelan waktu.
Kerinduan
yang dulu selalu terbalas, kini? Hanya aku yang terlalu berharap akan
dibalas. Dia tidak lagi. Dia telah hilang. Dia...aku mencintainya...
Jujur,
aku lelah. Lelah menangis, lelah merindukannya, lelah mendengar ucapan
Via dan Lea, tapi satu... Aku tidak akan pernah lelah mencintainya...
------------------------------------------------------------
'Kau yang paling setia
Kau yang teristimewa
Kau yang aku cinta
Cuma engkau saja
Dari semua pria
Aku yang juara
Dari semua wanita
Kau yang paling sejiwa
Dengan mu semua air mata
Menjadi tawa suka ria
Akankah kau selalu ada
Menemani dalam suka duka
Dengan mu aku bahagia
Dengan mu selalu ceria
Janganlah kau berpaling dariku
Karena kamu cuma satu
Untukku...
Kau satu-satunya
Dan tak ada dua
Apalagi tiga
Cuma engkau saja
Denganmu semua air mata
Menjadi tawa suka ria
Akankah kau selalu ada
Menemani dalam suka duka
Denganmu aku bahagia
Denganmu semua ceria
Janganlah kau berpaling dariku
Karena kamu cuma satu
Untukku...'
Aku
tersenyum. Sekali lagi tetap tersenyum. Lagu itu telah berkali-kali ku
putar ulang. Bersama kerinduan ini, ku biarkan lagu itu mengalun indah.
Membuatku merasakan cinta Kevin masih untukku. Ya! Itu yang selalu aku
rasakan saat mendengar lagu itu.
Entah hanya harapanku saja atau memang seperti itu nyatanya.
Aku
menatap gelang ini. Gelang dari kayu berwarna cokelat. Gelang yang
selalu menetap dipergelangan tangan kiri ku dan -mungkin- yang satunya
masih menetap dipergelangan tangan kiri Kevin.
"Aku
pake satu, kamu pake satu ya. Biar kamu tetep inget aku, aku juga tetep
inget kamu. Gak boleh dilepas loh, apalagi rusak. Janji ya Shill?"
"Iya aku janji..."
Semua
itu! Ah, aku tidak kuat. Aku benar-benar lelah kali ini. Tuhan, adakah
cobaan lain yang lebih ringan dibandingkan ini? Aku rindu dia Tuhan, aku
cinta dia...
------------------------------------------------------------
Kalau
difikir, aku bodoh terlalu menginginkan dia kembali. Aku bodoh
menangisi dia yang belum tentu menangisi aku juga. Ah, jangankan
menangisi, memikirkanku saja itu rasanya mustahil.
Tapi...
Aku rasa semua itu memang pantas ditangisi. Ah! Aku tidak mengerti apa
yang aku rasakan. Apa yang aku pikirkan. Apa yang aku inginkan.
Semua
itu terlalu bias untuk ku mengerti. Ini tidak nyata! ya... ini
bayangan, ini mimpi. Karna yang ada di dunia nyataku, Kevin tetap
disampingku. Menemaniku dan tidak akan pernah membiarkan aku kecewa,
lalu menangis.
"Mata sembab. Nangis lagi?"tanya Aldy.
"Kelihatannya?" dengan reflek bibirku tersenyum getir.
"Kelihatannya sih emang nangis. Kenapa? Inget Kevin?"
Aku menggeleng pelan.
"Nggak,
cuma mikir kenapa Kevin pergi. Kebawa suasana sunyi, akhirnya nangis.
Haha lebay ya gue"jawab ku lalu mengusap -lagi- wajahku. Memastikan
bahwa air mata itu sudah benar-benar hilang dari kedua mataku.
"Walaupun lo hapus air mata lo, tetep aja kelihatan Shill. Mata gak bisa bohong"ujar Aldy.
"Iya, mata gak bisa bohong. Hati gue juga gak bisa bohong kalo gue masih sayang Kevin. Gue...kangen dia"lirihku.
"Gue ngerti"Aldy menarikku ke pelukannya. Mendekap erat tubuhku. Dan aku biarkan air mataku membasahi kemeja yang Aldy pakai.
Hanya Aldy yang mengerti perasaan ku. Ya, hanya dia. Bukan Lea, bukan Via, bukan mereka, bukan semuanya.
"Dy,
lo sahabatnya Kevin. Lo pasti tau kan dia dimana? Pliss Dy, kasih tau
gue"pintaku sambil terus menangis. Meyakinkan kepada Aldy bahwa aku
benar-benar mencintai sahabatnya.
"Gue gak tau Shill"jawab Aldy pelan.
"Lo bohong Dy. Lo pasti tau. Ya kan? Lo tau kan? Ayolah Dy, bantuin gue buat kali ini aja. Gue cuma pengen lihat dia..."
"Ah
ya, seandainya nanti Kevin bilang kalo dia sengaja pergi ninggalin gue
karna udah gak sayang, gue rela kok pergi dan jauhin dia. Karna yang gue
pengen, lihat keadaan dia aja. Minta penjelasan dia. Udah itu aja.
Pliss Dy..."lanjut ku kacau.
Perasaan ku tak lagi bisa ku
ungkapkan dengan kata-kata. Aku sendiri terlalu sulit untuk
mengartikannya. Aku merasa kehilangan setengah dari nyawa ku. Setengah
nyawaku itu pergi, melayang jauh tanpa mau kembali. Ya, dia Kevin.
Setengah nyawaku lah Kevin...
"Gue gak tau Shill. Beneran gak tau. Mending sekarang lo lupain Kevin..."
Aku
mendongak kaget. Ternyata Aldy sama. Tidak mengerti ku sama sekali.
Mereka sama, tidak tau apa yang aku rasakan. Kali ini, rasa kecewa ku
bertambah. Semuanya bercampur aduk dalam fikiranku. Lea, Via, Aldy dan
lainnya. Mereka tidak sungguh-sungguh membantu ku...
"Lo sama aja!"
Aku
beranjak dari dudukku lalu pergi meninggalkan Aldy di pinggir danau.
Hanya dalam hitungan detik, air mataku turun lagi. Tetes demi tetes...
"Shilla! Shilla!"samar-samar ku dengar Aldy berteriak memanggil nama ku.
Aku tidak peduli. Dia sendiri yang membuatku tidak nyaman dan memilih pergi.
Tuhan...aku lelah.
------------------------------------------------------------
BRUK!!
Aku
membanting pintu kamar ku lalu menguncinya. Dan setelah itu, aku
jatuhkan tubuhku diatas kasur. Aku menangis lagi dan lagi. Iya! Aku
cengeng. Aku lemah.
Hari ini cukup melelahkan. Hei bukan,
tapi memang setiap harinya sungguh melelahkan untukku. Bagaimana tidak?
Setiap hari aku harus menanggung kerinduan yang teramat dalam untuknya,
menangis untuknya. Ah ya, itu mungkin sudah takdir untukku. Tapi, aku
tidak menyesal... Mencintainya adalah suatu anugrah untukku.
"Shilla,
kamu kenapa nak?"Mama berteriak dari luar. Pasti karna tadi mendengar
bantingan pintu kamarku dan melihat aku menangis walau hanya sekejap.
Aku
diam. Aku tidak ingin bicara. Aku yakin mereka akan menjawab dengan
kata yang sama "lupain" ya, kata-kata itu yang selalu aku dengar.
"Shilla, sayang... Buka dong nak. Cerita sama mama"pinta mama.
Mendengar
ucapan seperti itu, air mataku semakin terpancing untuk turun lebih
banyak lagi. Mereka menawarkan diri untuk mendengar ceritaku, tapi
nyatanya.... mereka tidak membantu sama sekali.
"Shill, buka sayang"pinta mama -lagi-.
"Yaudah kalo kamu belum mau cerita. Mama selalu tunggu kamu buat cerita ya sayang..."ujar mama.
Lalu keadaan menjadi hening, sesekali terdengar isakan dari ku.
Waktu berjalan begitu cepat. Tanpa aku sadari, bahwa sebenarnya kisah ku dan Kevin sudah seperti ini akhirnya.
Aku
terlalu menikmati detik demi detik saat-saat yang aku lewati bersama Kevin tanpa tau perpisahan sedang menunggu aku dan dia di ujung cerita.
Waktu
perkenalan yang begitu singkat, waktu pacaran yang juga singkat tapi
berhasil menimbulkan rasa yang tidak cukup waktu singkat untuk
menghilangkannya.
Kevin... dimana pun kamu dan
bagaimana pun kamu, aku tetap seperti ini. Tidak akan berubah. Terlebih
pada perasaan ku yang selalu untuk selamanya tetap mencintaimu. Dengan
tulus, tanpa meminta lebih dari kamu yang sebenarnya.
Aku...merindukanmu...
------------------------------------------------------------
"Hai
Shill, apa kabar? Aku kangen kamu. Kangen bangeeettttt. Oh iya, aku
lihat kamu nangis terus ya? Inget aku? Maafin aku Shill, aku gak
bermaksud bikin kamu nangis. Kamu boleh benci aku, kamu boleh lupain
aku. Aku rela, karna emang aku yang salah. Ninggalin kamu tanpa
kepastian. Maaf ya sayang. Mulai saat ini, jangan pernah keluarin air
mata kamu buat aku. Aku gak mau. Oke? Janji ya Shill? Aku sayang kamu."
Aku terbangun tiba-tiba. Perasaan ku tegang. Aku menoleh sekelilingku, tidak ada yang beda. Ini kamar ku.
Mimpi tadi...
Itu suara Kevin! Iya! Itu Kevin.
"Kevin! Kevin!"panggil ku lalu beranjak dan memutari kamarku.
"Kamu ada disini kan? Yakan? Kamu disini kan?"tanyaku yang sepertinya tidak seorangpun menjawab.
Aku menatap jam berwarna pink di dinding kamarku.
Pukul 02.15.
Tengah malam. Tidak mungkin Kevin ada disini. Sungguh mustahil.
Aku merebahkan tubuhku diatas kasur.
Hanya mimpi. Ya! Hanya mimpi.
Tanpa aku perintahkan, butiran bening itu mulai keluar dari tempat persembunyiannya.
Ya haha, hanya ini yang bisa aku lakukan walau aku tau menangis hanya akan membuat aku semakin lelah.
Aku
terlalu menginginkan ini hanya mimpi. Bagaikan mimpi milik orang mati
yang pastinya tidak akan pernah terbangun. Terus berjalan, menyusuri
kehidupan yang semakin lama semakin gelap. Kelam.
Tapi, setelah aku melihat nyatanya semua ini makin terlihat buram. Aku tidak yakin bisa melewatinya tanpa dia...
Detik
demi detik yang ku hadapi rasanya semakin mengejekku, memaki ku karna
hingga saat ini bayang Kevin masih menari-nari dianganku.
Jujur,
tidak ada niat untuk melupakannya... Menghapus ukiran nama Kevin dihatiku pun aku tak pernah mau. Tapi sepertinya itu malah membuatku
semakin terhantui mimpi tentangnya.
Apa yang harus aku lakukan? Ah aku tidak tau, bahkan sama sekali enggan untuk memikirkan itu.
Aku terlampau merelakan otak bahkan seluruh hatiku untuk memikirkan dia, Kevin...
------------------------------------------------------------
Embun
menetes didedaunan, udara sejuk mulai terasa. Semilir angin mencoba
menganyun helai demi helai rambutku. Matahari mulai menampakkan dirinya.
Pagi telah datang...
Hari
ini, tak secerah saat Kevin disini. Tetap gelap, seakan mewakili
perasaanku belakangan ini. Ah aku menyerah! Menyerah untuk memimpikan Kevin kembali.
Tapi tidak bisa ku pungkiri, hatiku belum menyerah. Aku masih tetap mencintainya, bahkan terus bertambah...
"Shill, kamu gak berangkat? Katanya ada kuliah pagi?"tanya mama dari luar kamar.
Aku menarik nafas berat.
"Iya mah, ini mau mandi..."
------------------------------------------------------------
Lampu merah membuatku mengerem mobilku bersama mobil-mobil lain yang ikut berhenti.
Untuk menghilangkan sepi, mataku memperhatikan anak-anak kecil yang berlarian dengan baju tidak layak pakai.
"Now I sit all alone
Wishing all my feeling was gone
I gave my best to you
Nothing for me to do"
(Brian Mcknight-One Last Cry)
Aku
terdiam. Sesak langsung saja menyelimuti dadaku. Lagu di radio seakan
menyindirku. Aku menarik nafas perlahan, mencoba menahan air mataku.
Namun gagal, tanpa aba-aba butiran itu mulai mengaliri pipiku. Andai dia disini...
Ya hanya kata andai yang bisa keluar dari mulutku, tidak bisa jadi nyata.
Air mataku mulai berlomba-lomba untuk keluar lebih banyak dari tempat persembunyiannya.
Aku
benar-benar lelah kali ini. Ah! Sudah berapa kali aku mengucapkan kata
lelah namun nyatanya aku masih nekat saja menginginkan dia kembali. Itu
mustahil! Buktinya, hingga saat ini dia tak juga datang.
Jangankan datang, tersenyum untukku saja hanya sekedar harapan.
"Tinn
tinn!"suara klakson kendaraan lain dibelakangku memecah lamunanku.
Menyadarkan aku akan air mata yang sejak tadi sudah turun semakin deras.
Dengan cepat, aku langsung menggas mobilku. Meninggalkan kendaraan lain yang sudah tidak sabar ingin melaju juga.
Tuhan, buang dia dari pikiranku. Aku hanya ingin tenang...
Aku hanya ingin terlepas dari angan yang entah sampai kapan hanya membuatku menangis.......
------------------------------------------------------------
"aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa"
Aku menutup wajahku lalu duduk dikursi taman ini.
Munafik jika aku bilang aku ingin melupakannya, karena yang aku ingin hanya melihat wajahnya lagi.
Apakah
dia membenci ku? Untuk datang ke mimpiku saja dia tak pernah lagi.
Benarkah ia sudah melupakan aku? Yakin kah dia bisa secepat itu
memusnahkan aku dalam hatinya?
Semakin
waktu berlalu, aku semakin mencintainya. Semakin aku coba untuk
melupakan, bayang wajahnya semakin terlintas di pikiranku.
Tuhan bantu aku. Aku tidak tau harus berbuat apa...
Karena yang aku tau, sejak dulu, sekarang, dan entah sampai kapan rasaku masih bertahan disini... Dihatiku...
"Shill..."
Aku menoleh dan mendapati sosok Aldy sedang tersenyum ke arahku.
Dengan cepat, aku hapus air mataku. Dan tiba-tiba ia sudah berada disebelahku.
"Ngapain
dihapus sih Shill? Mau keliatan tegar? Mau keliatan kuat juga? Aduh
please ya Shill fake smile lo keliatan banget! Sedih ya sedih aja, gak
usah nutup-nutupin yang ada lo malah tambah sakit!"ujar Aldy.
"Ngapain
lo kesini? Mau nyuruh gue buat lupain Kevin? Iya? Tenang aja, mulai
saat ini gue bakal coba buat lupain dia kok!"kataku sinis.
Ia menoleh lalu mengerutkan dahinya. Ku rasa ia bingung mendengar ucapanku yang tiba-tiba berubah seperti tadi.
"Gak usah lupain dia..."sergah Aldy cepat.
"Dia gak pernah lupain lo, Shill. Dia sayang sama lo, malah banget..."lanjut Aldy yang membuatku semakin bingung.
"Apa
sih maksud lo? Waktu itu lo nyuruh gue buat lupain dia! Sekarang? Lo
bilang kalo dia sayang banget sama gue. Hahaha kayak gitu sayang? Gue
baru tau loh cara nunjukkin sayang ke seseorang itu dengan cara
menghilang gak ada kabar!"kataku kesal.
Aku menutup
wajahku, aku tak ingin air matakku turun lagi. Karena mulai saat ini,
aku berjanji untuk tidak mengingatnya lagi, untuk tidak menangisi dia
lagi.
Kali ini aku sadar, munafik untuk kebahagiaan orang
yang aku sayang itu lebih baik dibanding harus memohon agar dia kembali
demi kebahagiaan ku sendiri.
"Ada sesuatu yang kita sembunyiin dari lo. Dan gue yakin, ini waktu yang tepat buat ngasih tau ke lo"jawab Aldy.
Aku terdiam, diam-diam air mataku kembali turun membasahi pipi dan telapak tanganku yang sejak tadi menutupi wajahku.
"Kevin meninggal..."
Mendengar
kata-kata itu, dadaku seakan terjatuhi suatu benda tajam. Telinga ku
seperti mendengar gemuruh yang amat membuatku kaget.
Tuhan, apalagi ini...
"Gak usah bercanda..."kataku cepat.
"Gue gak bercanda!"
"Dia
yang donorin ginjalnya untuk lo, Shill. Mati-matian dia berusaha dapet
izin dari orang tuanya. Tapi setelah dia beneran donorin ginjalnya untuk
lo, keadaan dia memburuk. Dokter bilang, ternyata fisik dia gak kuat.
Dia gak bisa hidup dengan satu ginjal. Makanya itu, dia pergi Shill
sebelum lo bangun dari operasi lo..."
"Maafin gue, Via, Lea, dan semuanya yang selalu nyuruh lo buat lupain dia. Kevin minta, lo
disuruh ngelupain dia dulu baru kita boleh ngasih tau semuanya ke lo.
Tapi setelah gue lihat, kayaknya lo malah semakin kesiksa gara-gara gak
bisa lupain dia. Dan gue putusin, buat ngasih tau lo sekarang..."
"Jadi,
gue yang ngebuat dia pergi? Semua rasa sakit yang gue rasain dari
kemarin gak sebanding sama rasa sakitnya Kevin. Gue harus ngelakuin apa Dy, untuk ngebales semua yang Kevin kasih ke gue?..."Aku menangis tak
tertahan. Hatiku sakit mendengar semuanya. Betapa bodohnya aku membuat
orang yang aku sayang pergi dengan cepat.
"Dari Kevin.."Aldy memberikan sebuah kertas berlipat dari sakunya.
Aku menghapus air mataku lalu dengan cepat aku ambil dan aku buka.
Teruntuk malaikat cantikku,
Ashilla...
Hai
Shill...gimana? Udah bisa lupain aku kan? Hehe, gapapa kok asal itu
cara terbaik supaya kamu gak nangis lagi. Maaf ya Shill, aku pergi
disaat kamu lagi seneng-senengnya karna udah sembuh.
Dengan
satu ginjal aku yang sekarang ada ditubuh kamu, itu berarti aku selalu
ada disamping kamu. Aku akan jagain kamu, walaupun aku udah gak
keliatan. Aku sayang sama kamu. Aku gak mau kehilangan kamu, dan aku
lebih milih ngerelain nyawa aku asal bukan kamu yang pergi.
Inget ya Shill, cari cowo harus yang baik! Yang bisa sayang sama kamu kayak aku sayang sama kamu. Aku gak mau kamu disakitin!
Udah dulu ya Ashilla ku, aku pergi. Jaga ginjal aku ya sayang. Love you ♥
Kevin Radhitya ☺
Aku tersenyum getir. Entah sudah seberapa deras air matakku yang turun sejak Aldy memberitahu semuanya.
Makasih ya Vin buat semua waktu yang gak akan aku lupain, buat pengorbanan yang gak pernah bisa aku bales. Kamu emang udah gak ada disini Vin, tapi kamu tetap hidup diantara aku sama orang-orang lain yang sayang sama kamu. Maafin aku ya, Vin. Kalau pun bisa, aku mau gantiin posisi kamu disana. Dan saat nanti aku bersanding sama orang lain, kamu pasti yang tetap utama buat aku. Aku sayang kamu...
---------------------